urang sunda asli

urang sunda asli

Rabu, 28 November 2012

Tulisan Sunda Kaganga

Halooooo. sesuai dengan janji kemaren nih, cerita tentang keanekaragaman yang berada di Tanah Sunda dilanjut nih. Siap-siap untuk membaca dan juga mempelajari tentang posting ini yahh.

Penggunaan Aksara Sunda Kuna dalam bentuk paling awal antara lain dijumpai pada prasasti-prsasasti yang terdapat di Astanagede, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, dan Prasasti Kebantenan yang terdapat di Kabupaten Bekasi.
Edi S. Ekajati mengungkapkan bahwa keberadaan Aksara Sunda Kuna sudah begitu lama tergeser karena adanya ekspansi Kerajaan Mataram Islam ke wilayah Priangan kecuali Cirebon dan Banten. Pada waktu itu para menak Sunda lebih banyak menjadikan budaya Jawa sebagai anutan dan tipe ideal. Akibatnya, kebudayaan Sunda tergeser oleh kebudayaan Jawa. Bahkan banyak para penulis dan budayawan Sunda yang memakai tulisan dan ikon-ikon Jawa.
Bahkan VOC pun membuat surat keputusan, bahwa aksara resmi di daerah Jawa Barat hanya meliputi Aksara Latin, Aksara Arab Gundul (Pegon) dan Aksara Jawa (Cacarakan). Keputusan itu ditetapkan pada tanggal 3 November 1705. Keputusan itu pun didukung para penguasa Cirebon yang menerbitkan surat keputusan serupa pada tanggal 9 Februari 1706. Sejak saat itu Aksara Sunda Kuno terlupakan selama berabad-abad. Masyarakat Sunda tidak lagi mengenal aksaranya. Kalaupun masih diajarkan di sekolah sampai penghujung tahun 1950-an, rupanya salah kaprah. Pasalnya, yang dipelajari saat itu bukanlah Aksara Sunda Kuna, melainkan Aksara Jawa yang diadopsi dari Mataram dan disebut dengan Cacarakan.

Sunda Kuna dan Sunda Baku

Pada awal tahun 2000-an pada umumnya masyarakat Jawa Barat hanya mengenal adanya satu jenis aksara daerah Jawa Barat yang disebut sebagai Aksara Sunda. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa setidaknya ada empat jenis aksara yang menyandang nama Aksara Sunda, yaitu Aksara Sunda Kuna, Aksara Sunda Cacarakan, Aksara Sunda Pegon, dan Aksara Sunda Baku. Dari empat jenis Aksara Sunda ini, Aksara Sunda Kuna dan Aksara Sunda Baku dapat disebut serupa tapi tak sama. Aksara Sunda Baku merupakan modifikasi Aksara Sunda Kuna yang telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer. Modifikasi tersebut meliputi penambahan huruf (misalnya huruf va dan fa), pengurangan huruf (misalnya huruf re pepet dan le pepet), dan perubahan bentuk huruf (misalnya huruf na dan ma).


Sejak tahun 2005, aksara Sunda telah sering dibicarakan di Internet, terutama pada milis Kusnet. Awalnya, ada anggota milis memasukkan dokumen aksara Sunda dari salah satu buku aksara Sunda, dalam bentuk digital. Dokumen aksara Sunda tersebut membawa inspirasi Kang Dian Tresna Nugraha untuk membuat font aksara Sunda yang dinamai Ngalagena. Font tersebut menggunakan set karakter Latin-1.Atas dukungan anggota milis lainnya, Kang Dian kemudian mengadakan korespondensi dengan Michael Everson untuk mengajukan proposal agar aksara Sunda dimasukkan ke dalam Unicode. Setelah menunggu hampir 3 tahun, akhirnya pada April 2008, aksara Sunda remsi menjadi standar Unicode. Pada Februari 2008, Dinas Pendidikan Jawa Barat melalui Balai Pengelolaan Bahasa Daerah, memfasilitasi kegiatan Unicode Aksara Sunda tersebut dengan membentuk sebuah tim, yang diketuai oleh Oman Abdurrahman, dan bertugas untuk membuat standardisasi aksara Sunda. Misalnya, dalam bentuk aksara. Undang A. Darsa, salah seorang ahli aksara Sunda yang juga peneliti naskah-naskah Sunda kuno, mengusulkan bahwa bentuk aksara Sunda standar ditulis dengan bentuk sans-serif, tanpa kait, dan juga tidak tipis tebal. Alasannya, pertama, untuk memudahkan pembelajaran aksara Sunda, dan kedua, merujuk pada naskah-naskah yang telah ia baca.
Atas usulan tersebut, kemudian dibuatlah bentuk baku aksara Sunda (termasuk juga dalam fonta). Meski demikian, ada kebebasan pada siapapun untuk mengembangkan aksara Sunda dalam berbagai variasi, seperti layaknya tipe huruf yang ada pada aksara Latin. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh tim tersebut, antara lain:
Penyusunan buku Direktori Aksara Sunda untuk Unicode
Pembuatan font Unicode Standar aksara Sunda
Pembuatan keyboard driver untuk aksara Sunda
Pembuatan template makro untuk transliterasi dari aksara Latin ke Aksara Sunda.
Aksara/Huruf Sunda Kaganga Atau huruf Sunda Buhun berjumlah 32 huruf, terdiri dari, 7 aksara swara 'vokal mandiri' dan 25 aksara ngalagena (konsonan).

1.  7 aksara swara 'vokal mandiri'



 

2.  25 aksara ngalagena (konsonan)




 






Aksara swara/vokal mandiri artinya huruf vokal tersebut digunakan ketika tidak digunakan oleh konsonan. seperti huruf i pada ipang dan imas,huruf a pada mulia dan air, dan sebagainya.

Adapun huruf konsonan dalam huruf Sunda Kaganga sudah merangkap dengan huruf vokal /a/. seperti ka, ga, nga, pa, dan sebagainya. Adapun jika ingin dirubah menjadi ku, ke, atau ko maka harus memakai Rarangken...

Sekian dulu ah ngebahas tentang tulisan Sunda Kaganga, mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi yang membaca, terima kasih.

Karawitan Sunda

Kali ini ane share posting lagi nih mengenai keanekaragaman Tanah Sunda, masih dalam hal Musik namun berbeda kegunaannya, untuk kali ini kita akan lihat mengenai Karawitan Sunda.

Karawitan Sunda 

Karawitan Sunda ialah seni suara yang dalam substansi dasarnya mempergunakan suara manusia. Sekar merupakan pengolahan yang khusus untuk menimbulkan rasa seni yang sangat erat berhubungan langsung dengan indra pendengaran. Dia sangat erat bersentuhan dengan nada, bunyi atau alat-alat pendukung lainnya yang selalu akrab berdampingan
Pada kehidupan orang Sunda pada masa lalu sejak mereka lahir secara tidak langsung telah didekatkan dengan alunan sekar. Sejak mereka lahir sang ibu menimang, meninabobokan dengan menggunakan sekar. Dalam mengajak bermain, dalam tahap-tahap mulai belajar bicara, belajar berjalan, sekar sangat sering didengarkan oleh orang tua atau pengasuhnya. Itulah sebabnya lagu-lagu dalam meninabobokan atau ngayun ngambing anak selalu populer dari masa ke masa, dalam arti kelestariannya terlihat karena selalu dilakukan dari generasi ke generasi.

Seperti telah diterangkan di atas, sekar mempunyai kedudukan yang tersendiri dalam kehidupan karawitan, walaupun pada dasarnya sekar berbeda dengan bicara biasa, sekar sangat dekat bahkan terkadang sangat dominant dengan lagam bicara atau dialek. Dialek Cianjur, Garut, Ciamis, Majalengka dalam mengungkapkan percakapan seringkali seolah-olah bermelodi seperti bernyanyi. Oleh karena kesan dialek yang sangat erat itulah kiranya banyak orang luar daerah Sunda yang secara tidak langsung menyebutkan bahwa cara bicara orang Sunda seperti bernyanyi. Memang erat dengan penggunaan kata-kata di dalamnya tetapi kata-kata dalam sekar telah diolah sedemikian rupa sehingga berbentuklah penampilan secara utuh menjadi sebuah komposisi lagu. Dengan demikian, jelaslah bahwa kata dalam kedudukan sekar merupakan salah satu alat pengungkap masalah atau tema yang diketengahkan. Kata yang sama dapat diungkapkan dalam berbagai lagu/melodi, menurut kehendak rasa seni si pencipta itu sendiri. Akan tetapi tanpa disadari bahwa terkadang dalam kehidupan sekar tidak selalu dipergunakan kata secara utuh, sering terdengar suara bunyi dijadikan lagu. Hal ini sering terjadi dalam lagu-lagu tertentu, misalnya hanya mempergunakan bunyi a saja atau nang neng nong atau hm dan lain-lain. Penggunaan kata yang tidak jelas sering didapati apabila bersenandung atau ngahariring/hariring.

Asal Mula Gamelan dan Karawitan

 
Perangkat musik gamelan lengkap yang kita ketahui sekarang pada mulanya hanya diawali dengan satu alat bunyi saja yaitu Gong. Kemudian pada perkembangannya, ada penambahan sejenis gong kecil yang disebut kempul namun jumlahnya masih terbatas lalu seiring dengan kebutuhan musikalitas dari jaman ke jaman yang berkembang, barulah ada penambahan alat-alat lainnya. Seni mengolah bunyi benda atau alat bunyi-bunyian (instrumen) tradisional gamelan disebut Seni Karawitan.
Asal kata Karawitan itu sendiri berasal dari bahasa sansekerta, yakni rawit, yang mempunyai arti keharmonisan, elegan dan kehalusan. Namun menurut pendapat yang lain, karawitan berasal dari kata pangrawit yang berarti orang atau subjek yang memiliki perasaan harmonis dan halus. Adapula yang berpendapat bahwa karawitan itu berasal dari kata ngerawit yang dalam bahasa Jawa artinya sangat rumit. Jadi memainkan karawitan itu tidak hanya sekedar menghasilkan bunyi-bunyian tapi memang harus memaknainya secara mendalam melalui gendhing (lagu-lagu) yang dibawakan dalam seni karawitan karena gendhing-gendhing tersebut berpengaruh pada sikap kehidupan manusia, misalnya ada nama gendhing yang merujuk pada keselamatan dan permintaan. Semua gendhing yg diciptakan itu juga berkaitan dengan segala kehidupan yang ada di dunia ini.

Terima kasih atas perhatiannya, masih akan ada lagi kok postingan menarik lainnya mengenai Tanah Sunda, jadi tunggu yah!! belum selesai dan masih akan bersambung.